Berita dan Informasi

Peran Lembaga Keagamaan di Sulut didukung BI

Peran Lembaga Keagamaan di Sulut didukung BI

Manado - Bank Indonesia (BI) mengapresiasi peran lembaga keagamaan di Sulawesi Utara (Sulut) dalam sosialisasi program keuangan inklusif. Lembaga keagamaan dapat menjadi penghubung bagi bank dalam hal rekomendasi calon debitor dan melakukan pendampingan. Hal ini disampaikan Gubernur BI Agus Martowardojo ketika mengunjungi Universitas Katolik (Unika) De La Salle Manado terkait pengembangan peranan lembaga keagamaan untuk menyukseskan program keuangan inklusif.

Dia mengatakan, penyaluran kredit di Manado cukup unik karena melibatkan metode pendampingan dengan lembaga keagamaan seperti keuskupan, pengurus gereja, dan dewan masjid. Mereka juga ikut menyosialisasikan keuangan inklusif. "Mereka dalam keadaan tertentu menjamin bahwa debitor yang menerima pinjaman berprofil baik.

Kami menyambut baik upaya ini, dan kami yakin program ini dapat bermanfaat untuk masyarakat," ujarnya di Manado, Selasa (11/3). BI mensosialisasikan kebijakan keuangan secara inklusif melalui penguatan edukasi keuangan, penguatan infrastruktur sistem pembayaran dan jaringan unit ekonomi lokal, perlindungan konsumen, pengurangan informasi asimetris dengan penyediaan profil masyarakat dan data komoditas, serta pengaturan stabilitas sistem keuangan.

Menurut Agus, perekonomian Sulut dalam lima tahun terakhir rata-rata mencapai tujuh persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional. Meski demikian ada ketidakseimbangan yang terjadi di Sulut yang terlihat dari ketimpangan pendapatan dengan gini ratio mencapai 0,42 persen. Sedangkan pendapatan nasional dengan gini ratio 0,41 persen.

Jumlah penduduk yang menerima pembiayaan perbankan di Sulut baru 12 persen. Oleh karena itu, ujar Agus, BI mengapresiasi keterlibatan lembaga agama untuk program keuangan inklusif. Mereka dapat menjadi penghubung karena memiliki informasi dan mengenal pribadi jemaat. Skema pemberian kredit yang melibatkan pemuka agama bisa menjadi win-win solution.

Meski demikian, dia mengingatkan lembaga keagamaan di Sulut tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Di tempat sama, Direktur Utama PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara (Bank Sulut) Johanis CH Salibana mengatakan, BI merupakan konseptor kerja sama bank dengan lembaga keagamaan di Sulut. Dia juga menilai hal ini dapat dikembangkan di daerah lain. "Filosofinya, orang yang paling dipercaya tentu adalah pemuka agama.

Ada pameo, kalau tokoh agama adalah orang yang dipercaya, kredit yang telah digulirkan atas rekomendasi tokoh agama tentu tidak akan macet. Kalau kredit itu menjadi macet, siapa lagi yang bisa dipercaya," kata dia. Bank Sulut, jelas Johanis, memiliki sekitar 100 debitor yang diperoleh dari rekomendasi pemuka agama setempat dengan pinjaman mencapai Rp 2 miliar, dan masih ada 200 calon debitor yang masih dalam proses. Tingkat non performing loan (NPL) 0%.

Bank Sulut memiliki kerja sama dengan lembaga keagamaan, misalnya memberikan pendampingan, melatih debitor untuk membuat catatan keuangan, sampai bantuan penagihan. Lembaga keagamaan mendapat fee dari bunga yang diperoleh bank, dan perolehan itu digunakan untuk pengembangan kegiatan lembaga agama. Selain ke Unika De La Salle, Agus mengunjungi Aula Gereja Katolik Raja Damai di Manado dalam rangka program sosial BI (PSBI).

Pada kesempatan itu, BI memberikan bantuan dana perbaikan sarana dan prasana total Rp 1,95 miliar kepada 15 sekolah dan 15 rumah ibadah yang rusak akibat bencana banjir bandang di Kota Manado pada 15 Januari 2014. Rincian bantuan tersebut adalah Rp 225 juta untuk perbaikan tujuh masjid, Rp 310 juta untuk perbaikan sembilan gereja, dan bantuan perbaikan gedung TK, SD, dan Madrasah Rp 560 juta.